Peran Sastra Anak Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Bahasa Indonesia Keilmuan
Yang dibina oleh Sunoto,M.pd
Oleh
Maftuhatus Sa’diyah
NIM 108231410610
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA ARAB
Desember 2009
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan berkah, rahmat, taufiq dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyesaikan makalah yang berjudul “Peran Sastra Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak ”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Drs. Moch. Khasairi M.Pd selaku ketua Jurusan Sastra Arab.
2. Bapak Sunoto M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Bahasa Indonesia Keilmuan yang telah memberikan bimbingan kepada penulis.
3. Orang Tua penulis yang telah memberikan bantuan baik secara moril maupun materil.
4. Teman-teman penulis yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari banyaknya kekurangan dalam makalah ini. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.
Malang, 07 Desember 2009
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak adalah amanat yang dititipkan Tuhan kepada orang tua. Nabi mengatakan bahwa anak itu kelak akan menjadi Yahudi atau Nasrani itupun karena faktor dari orang tua. Hal ini dikatakan semata-mata karena pentingnya peran orang tua terhadap pribadi anak pada akhirnya. Dikatakan bahwa anak adalah kertas putih dan tinta-tinta yang menorehkan didalamnya adalah lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu sangat penting bagi orang tua untuk memilihkan metode, terutama media dalam keikut sertaan mereka dalam membentuk suatu kepribadian seorang anak (Sa’id:2007)
Adalah sastra anak, sebuah media yang diakui oleh ‘dunia’ sebagai media komunikasi, medium yang sangat berpengaruh untuk membina anak-anak (Sugihastuti:2001). Tetapi hal ini tampaknya belum sepenuhnya dipahami oleh para orang tua di negara ini. Membaca bukanlah hal yang lumrah untuk sebagian besar para orang tua. Sungguh sangat ironis jika bangsa yang besar menjadi bangsa yang kemampuan membacanya sangat rendah. Salah satu penelitian yang mengungkap lemahnya kemampuan siswa, dalam hal ini siswa kelas IV SD/MI, adalah penelitian Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS), yaitu studi internasional dalam bidang membaca pada anak-anak di seluruh dunia yg disponsori oleh The International Association for the Evaluation Achievement. Hasil studi menunjukkan bahwa rata-rata anak Indonesia berada pada urutan keempat dari bawah dari 45 negara di dunia (Latief:2009). Padahal membaca adalah guru yang penting dan memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan kepribadian anak.
Oleh karena itu, disusunlah makalah yang berjudul “Peran Sastra Anak Terhadap Pembentukan Karakter Anak” agar dapat diketahui betapa pentingnya hal ini bagi anak-anak dan masa depan mereka .
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang akan dikaji dalam makalah ini adalah:
1. Apakah sastra anak itu?
2. Apakah kepribadian itu dan faktor apakah yang mempengaruhinya?
3. Apakah peran sastra anak bagi pembentukan kepribadian anak?
1.3 Tujuan Kajian
Berdasarkan dari rumusan masalah diatas, tujuan kajian dari makalah ini adalah:
· Bagi Orang Tua
Diharapkan orang tua mengerti dan memahami betapa pentingnya peran mereka dalam membentuk kepribadian anak sejak dini dengan cara-cara yang efektif dan edukatif.
· Bagi Pembaca
Pembaca dapat mengambil hal-hal yang positif dan bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari, terutama para akademika yang bergelut dengan dunia sastra diharapkan makalah ini dapat menambah semangat dalam menjelajahi rimba kata.
· Bagi Penulis
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan penulis tentang pendidikan anak sejak usia dini dan pengetahuan yang lebih jauh tentang manfaat membaca.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sastra Anak
Orang bijak mengatakan bahwa membaca adalah jendela dunia. Dengan membaca seseorang akan mengetahui sesuatu yang belum ia ketahui sebelumnya. Begitupula dengan wahyu yang pertama kali diturunkan oleh Allah S.W.T kepada Nabi Muhammad S.A.W. yang berbunyi iqra’ (bacalah!). Dalam hal ini dapat dilihat bahwa membaca adalah sesuatu yang amat penting bagi manusia. Membaca bukan semata-mata hanya sebagai salah satu sumber ilmu, tetapi membaca juga berfungsi sebagai sarana transformasi budaya. Syamsi (2002) mengatakan “melalui kegiatan membaca inilah kebudayaan dapat digali sehinga berguna untuk kehidupan manusia ..”
Dalam kegiatan membaca inilah terdapat istilah sastra anak. Apakah sastra anak? Sugihastuti (2001) mengatakan “sastra anak adalah karya tulis yang dibuat untuk menarik anak-anak – apakah itu untuk dibacakan kepada mereka ataupun dibaca sendiri oleh mereka sendiri- berupa fiksi, puisi, biografi, dan kisah sejarah. Yang termasuk sastra anak adalah teka-teki, pelajaran, fabel, legenda, mitos, dan syair atau cerita rakyat yang berasal dari sastra lisan”. Wahidin menyatakan:
“Sastra anak adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak, yaitu anak yang berusia antara 6-13 tahun. Sifat sastra anak adalah imajinasi semata, bukan berdasarkan pada fakta. Unsur imajinasi ini sangat menonjol dalam sastra anak. Hakikat sastra anak harus sesuai dengan dunia dan alam kehidupan anak-anak yang khas milik mereka dan bukan milik orang dewasa. Sastra anak bertumpu dan bermula pada penyajian nilai dan imbauan tertentu yang dianggap sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupan”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sastra anak adalah karya tulis atau karya sastra yang memang ditujukan untuk menarik minat anak-anak yang bercerita seputar dunia mereka. Lukens (dalam Nurgiyantoro: 2004) mengelompokkan genre sastra anak ke dalam enam macam, yaitu realisme, fiksi formula, fantasi, sastra tradisional, puisi, dan nonfiksi dengan masing-masing mempunyai beberapa jenis lagi. .. Dasar pembagiannya adalah bentuk'pengungkapan dan isi yang diungkapkan. Sastra anak bisa disbut juga sebagai bacaan anak.
Sejak dahulu telah bermunculan para penulis yang menelurkan karya-karyanya berupa buku-buku yang sesuai dengan karakter anak-anak. Penulis-penulis itu tidak hany berasal dari Mancanegara tetapi didalamnya juga terdapat penulis-penulis lokal. Diantara Penulis bacaan anak Mancanegara adalah:
- Enid Blyton (1897–1968) asal Inggris: Lima Sekawan, Sapta Siaga, Pasukan Mau Tahu
- Carlo Collodi (1826–1890) asal Italia: Pinokio
- Charles Perrault (1628–1703) asal Perancis: Kisah Si Kerudung Merah, Putri Tidur, Kucing Bersepatu Bot, Cinderela
- Grimm Bersaudara (Jacob Grimm, 1785–1863, dan Wilhelm Grimm, 1786–1859) asalJerman: Putih Salju dan Tujuh Kurcaci, Rapunzel, Hansel and Gretel
- Hans Christian Andersen (1805–1875) asal Denmark: Ratu Salju, Putri Duyung Kecil, Gadis Penjual Korek Api, Pakaian Baru Kaisar
Penulis bacaan anak dalam negeri:
- Djoko Lelono: seri Astrid
- Dwiyanto Setyawan: seri Sersan Grung-Grung, seri Kelompok 2 & 1
- Soekanto S.A.
- Bung Smas: serial Noni
- Arswendo Atmowiloto: serial Imung, Kiki dan Komplotannya, Keluarga Cemara
- Murti Bunanta
- Rose Selarose: Seri Rosela (Wikipedia)
2.2 Pembentukan kepribadian anak
Kata kepribadian berasal dari bahasa Italia dan inggris yang berarti persona atau personality yang berarti topeng. .. Konteks asli dari kepribadian adalah gambaran eksternal dan sosial. Hal ini diilustrasikan berdasarkan peran seseorang yang dimainkannya dalam masyarakat. Definisi kepribadian memiliki lebih dari lima pluh arti akan tetapi definisi kepribadian yang penulis maksud disini adalah himpunan dan ciri-ciri jasmani dan rohani atau kejiwaan yang relatif tetap yang membedakan seseorang dengan orang lain pada sisi dan kondisi yang berbeda-beda (Sa’id:2007)
Kepribadian dalam diri individu, baik ataupun buruk, dibentuk oleh beberapa faktor. Menurut Roucek dan Warren, sosiolog Amerika (dalam Depdiknas:2007) ada tiga faktor mempengaruhi pembentukan kepribadian seorang individu, yaitu faktor biologis atau fisik, psikologi atau kejiwaan, dan sosiologi atau lingkungan. Tetapi dalam paper ini pembahasan akan dikhususkan pada faktor sosiologi atau lingkungan.
Dalam keadaan normal, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tua, saudara-saudara, serta mungkin kerabat dekat yang tinggal serumah. Melalui lingkungan pertama, anak mengenal dunia sekitar dan pola pergaulan sehari-hari (Depdiknas:2007). Ayah dan ibu adalah teladan pertama bagi pembentukan pribadi anak. Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah dan ibu dengan sendirinya memiliki pengaruh yang sangat dalam terhadap pemikiran dan perilaku anak. Karena kepribadian manusia muncul berupa lukisan-lukisan pada berbagai ragam situasi dan kondisi dalam lingkungan keluarga. Agar proses sosialisasi dan pembentukan kepribadian anak menjadi baik, lingkungan pertama, khususnya orang tua, harus mengusahakan agar anak-anaknya selalu dekat dengan orang tua; memberikan pengawasan dan pengendalian yang wajar, sehingga jiwa anak tidak merasa tertekan.
Pola asuh orang tua akan memberikan dampak yang sangat besar bagi pembentukan kepribadian anak. Berikut dipaparkan beberapa tipe kepribadian anak (dalam Healthyday:2009):
1.Pemarah
Merupakan tantangan bagi orangtua, karena tipe pemarah agak sulit. Anak akan mengekspresikan apa saja yang tidak ia sukai atau ia tidak setujui dengan marah. Hal ini tentu harus dikendalikan, karena hampir semuanya diperlakukan dengan marah. Orangtua sebaiknya mengantisipasi apa saja yang bisa membuat ia marah. Saat anak marah lekaslah menengkannya. Anak pemarah biasanya kurang perhatian, oleh karena orangtua harus mulai memperhatikan anak lebih baik dan tulus.
2.Pendiam
Sikap diam dan cenderung pasif akan membuat anak kehilangan banyak teman. Jangan biarkan anak berdiam lama, karena memungkinkan ia masuk dunia yang tak akan pernah dimengerti siapapun yang menjadikan sulit orangtua mengetahui siapa ia sebenarnya. Cara terbaik, selalu libatkan ia dalam kehangatan keluarga. Jika ia mulai diam, lakukan sesuatu yang menarik perhatiannya. Lakukan hampir setiap ia akan diam, harapannya agar diam yang menjadi kebiasaannya hilang.
3.Bersahabat
Anak ini lebih unggul dari yang lain. Karena dengan sikap bersahabat, ia dengan sendiri dapat membuka pikiran dan bergaul baik dengan siapa saja. Pikiran sang anak selalu dalam keadaan positif. Ia mampu menyelami banyak permainan. Orangtua lebih baik menemani dan mendorong bakat alaminya dari belakang. Terapkan sikap waspada kepada anak yang bersahabat, karena tidak selalu ia dalam keadaan aman.
4.Keras Kepala
Ia memiliki pendapat sendiri dan tidak mau diatur. Selami ia lebih tenang, dengan lebih sabar karena anak keras kepala akan banyak memancing emosi. Lihatlah keinginan anak yang sebenarnya. Jika sudah tahu, jangan turuti keinginannya. Melainkan ajarkan sebuah usaha untuk meraihnya. Temani ia dengan sabar dan hindari pemaksaan. Ingat, anak keras kepala bisa menjadi manja dan tidak mandiri.
5.Egois
Anak egois lebih memiliki ketakutan lebih dari pada yang normal. Ia menjadi tidak peduli pada teman karena takut apa yang dikerjakannya tidak sempurna. Ia juga takut disaingi. Sebaiknya mengajari untuk berbagi dari hal-hal kecil terlebih dahulu. Mintalah anak untuk berbagi barang atau hadiah kepada adik atau kakaknya. Sambil memberitahu bahwa ia tidak akan kehilangan apapun jika berbagi.
6.Pemalas
Anak yang sering dibantu dalam melakukan kegiatannya akan menjadi pemalas. Boleh membantu anak hanya pada awalnya. Biarkan anak menyelesaikan tugas yang ia miliki. Tuangkan waktu Anda untuk mendengar apa yang diinginkannya. Dari cerita sang anak Anda bisa tahu apa yang menyebabkannya malas dan segeralah bantu ia memperbaiki itu. Anak malas jangan dimanja.
7.Pefeksionis
Anak-anak tidak bisa menjadi perfeksionis jika bukan karena tuntutan lingkungannya termasuk orangtua. Anak yang dari awal dilatih untuk mengerjakan suatu hal dengan sempurna, jika salah sedikit dihukum. Sifat ini membahayakan dirinya yang masih anak-anak. Anak perfeksionis lebih tertekan secara psikologis dari pada anak biasa. Wajib bagi orangtua memberi penjelasan agar melakukan sesuatu tidak harus menjadi juara. Asal sudah berusaha maksimal itu sudah bagus.
8. Suka Ngambek
Anak suka ngambek cenderung manja. Apa-apa yang ia ingin selalu dituruti. Lambat laun hanya akan menyusahkan saja. Orangtua baik akan menunda memenuhi keinginnanya. Mulailah memberi tekanan-tekanan kecil pada anak yang suka ngambek. Butuh kesabaran ekstra dari orangtua mengatasi anak suka ngambek ini. Jelasnya, jangan asal banyak menuruti anak.
9. Pasif
Anak pasif lebih lamban dan tidak banyak semangat terlihat pada dirinya. Lakukan pendekatan kekeluargaan. Libatkan secara aktif dalam kegiatan keluarga dan permainan yang seru. Buatkan jadwal rutinitas untuknya sehingga bisa memicu pikiran aktif. Selalu memberi dukungan dalam kegiatannya, meskipun sedikit.
Tidak ada manusia yang sempurna. Begitulah kenyataan yang ada di dunia ini. Begitupula dengan anak-anak yang telah dilahirkan. Meskipun demikian, harapan untuk menjadi seseorang yang lebih baik dapat dimulai dengan mendidik anak sejak dini dengan baik pula.
2.3 Peran Sastra Anak Terhadap Pembentuka Kepribadian Anak
Orang tua adalah lingkungan pertama yang menjadi guru, pembimbing, sekaligus pendorong yang peling utama bagi anak. Akan tetapi realitas saat ini tampaknya menunjukkan fenomena yang lain. Sebagaimana yang ditengarai oleh Daniel Golemen (dalam Efendi:2001), keyataan-kenyataan ekonomi baru membuat orang tua terpaksa lebih keras bekerja daripada generasi sebelumnya untuk memberi nafkah bagi keluarganya. Hal ini berarti sebagian orang tua semakin kekurangan waktu yang dapat mereka gunakan bersama anak-anak.
Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya kemajuan teknologi, khususnya teknologi media audio visual seperti televisi. Orang tua tentu akan marah jika ada orang asing yang tidak dikenal tiba-tiba masuk rumahnya dan mempengaruhi anaknya. Tetapi orang tua tidak marah apabila anaknya setiap hari hanya duduk diam dan tenang di depan televisi karena menganggap bahwa televisi adalah penolong yang menolongnya dalam upaya menenangkan anaknya. Padahal sebenarnya justru televisilah ‘orang asing’ tersebut. Televisi mengurangi interaksi verbal antara orang tua dan bayi, yang dapat menunda pengembangan bahasa anak-anak. Studi ini dipublikasikan di dalam Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine edisi Juni 2009(dalam Ine:2008)
Lingkungan sebagai faktor pembentuk kepribadian anak – termasuk didalamnya orang tua, sekolah, dan lain sebagainya- haruslah memiliki sesuatu yang mampu menyiasati hal ini demi terwujudnya kepribadian seorang anak yang baik, yang sesuai dengan harapan. Ialah sastra anak, sesuatu yang memiliki makna pendidikan dibalik hiburan yang ditawarkan. Aplikasi sastra anak ini dapat dilakukan dengan si anak tersebut membaca sendiri buku itu, atau dilakukan dengan sistem bercerita.
Telah dikatakan sebelumnya bahwa membaca dapat dijadikan sebagai sarana transformasi budaya. Sastra anak di Indonesia selama ini dianggap 'bawang kosong' semata, sebagai 'bagian kecil' dari sastra Indonesia. Ia seolah 'sastra dewasa yang dianggap kecil', sastra anak sebagai anak sastra. Sementara, sastra Indonesia yang kentara angker menjadikan dirinya eksklusif dan makin menjauh dari ruang kebutuhan. Demikian pula sastra anak, yang seharusnya berada dalam keberterimaan, ia tidak diajarkan sesuai dengan perkembangan anak yang semestinya dulce et utile (Horatius), yaitu yang menyenangkan dan memberikan pencerahan. Artinya, sastra bagi anak sebenarnya adalah batu loncatan agar mereka terbiasa membaca sehingga ia selanjutnya tidak gagap ketika membaca buku-buku lain di luar buku sastra, tidak kaget dan gumun ketika mendapati dunia begitu gegap. Maka dalam kondisi menyenangkan dan tercerahkan, anak akan tumbuh menjadi manusia merdeka yang memungkinkan adanya proses tumbuhnya kekuatan dan integrasi, penguasaan terhadap alam, akal budi, dan tumbuhnya solidaritas terhadap orang lain (Fromm) (Bunanta:2006)
Sastra anak dapat bermanfaat sebagai sarana pengenalan dan dan penjagaan ideologi. Penelitian yang dilakukan dibeberapa sekolah TK oleh Santoso, dkk telah membuktikannya. Meskipun di lapangan hal itu belum terlaksana dengan maksimal. Sastra anak juga dapat dimanfaatkan sebagai penangkal distorsi kemanusiaan. Hal ini dapat dilihat dari alur cerita anak-anak pada umumnya. Kebanyakan dari cerita-cerita tersebut mengarahkan anak untuk berbuat kebaikan karena kebaikan pasti akan menang pada setiap akhir ceritanya.
Jika hal ini disampaikan melalui kegiatan bercerita, maka hal itupun tidak mempengaruhi manfaat dari sastra anak itu sendiri dalam membangun kepribadian si anak bahkan hal ini merupakan hal yang sangat penting terutama jika dilakukan pada anak di usia dua tahun. Dibawah ini penegasan dari Hurlock (dalam Efendi:2001):
“Anak yang memperoleh stimulasi verbal dari sekelilingnya mendapat perkembangan yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak memperoleh perlakuan semacam itu. Stimulasi taktil mempunyai pengaruh terhadap susunan otak kecil yang bersama dengan otak bagian yang lain, mempunyai pengaruh tingkah laku sosial”.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Sastra anak adalah karya tulis yang dibuat untuk menarik anak-anak – apakah itu untuk dibacakan kepada mereka ataupun dibaca sendiri oleh mereka sendiri- berupa fiksi, puisi, biografi, dan kisah sejarah.
2. Kepribadian dalam diri individu, baik ataupun buruk, dibentuk oleh beberapa factor. Menurut Roucek dan Warren, sosiolog Amerika (dalam Depdiknas:2007) ada tiga faktor manpengaruhi pembentukan kepribadian seorang individu, yaitu faktor biologis atau fisik, psikologi atau kejiwaan, dan sosiologi/lingkungan. Tetapi dalam paper ini pembahasan akan dikhususkan pada faktor sosiologi atau lingkungan.
3. Sastra anak memiliki peran penting dalam pembrntukan kepribadian anak sejak dini karena sastra tersebut eiliki fungsi sebagai sarana transformasi budaya, sarana penyampai dan panjaga ideologi, dan lain sebagainya.
3.2 Saran
1. Hendaknya orang tua lebih memperhatikan anak-anak mereka, terutama jka si anak dalam masa golden age (masa keemasan).
2. Hendaknya bagi sekolah-sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) lebih mengetahui manfaat-manfaat dari bacaan-bacaan tersebut, sehingga nantinya dalam menyusun program pembelajaran hal tersebut akan diberikan kepada siswa sesuai dengan porsinya.
DAFTAR RUJUKAN
Bunanta, Murti. 2006. Sastra Anak Bukan Anak Sastra, (Online), (http://www.kpba murti. , diakses 11 November 2009)
Departemen Pendidikan Nasional.2007. Menata Kepribadian Anak, (Online), (http://www.pnfi.depdiknas.go.id/publikasi/read/20070611140523/Menata-Kepribadian-Anak.html, diakses 07 Desember 2009)
Efendi, Anwar. 2001. Kebiasaan Bercerita Sebagai Sarana Meningkatkan Kecerdasan Emosi Anak. Dalam Sujarwanto dan Jabrohim (ed), Bahasa dan Sastra Indonesia: Menuju Peran Transformasi Sosial Budaya Abad XXI (hal.463). Yogyakarta. Panitia PIBSI XXIII Universitas Ahmad Dahlan.
Healthyday. 2009. Kenali Tipe Kepribadian Anak Anda,(Online), (http://id.shvoong.com/social-sciences/1914724-kenali-tipe-kepribadian-anak-anda, diakses 07 Desember 2009)
Ine. 2008. Dampak TV Bagi Anak, (Online), (http://www.rileks.com/lifestyle/trendz/healthy-life/25071-tv-menggangu-perkembangan-bahasa-anak.html, diakses 11 November 2009)
Latief, M. 28 oktober, 2009. Kemampuan Membaca Anak Indonesia Masih Rendah. Kompas (online), (http://kompas.com, diakses 09 Nevember 2009).
Nurgiyantoro, Burhan. Sastra Anak: Persoalan Genre. Jurnal Humaniora Volume, XVI(2), (Online), (http://jurnal-humaniora.ugm.ac.id/karyadetail.php?, diakses 11 November 2009)
Sa’id,Emi Nur Hayati Ma’sum. 2007. Peran Lingkungan Keluarga Dalam Membentuk Kepribadian Anak, (Online), (http://salehlapadi.wordpress.com/2007/02/25/peran-lingkungan-keluarga-dalam-membentuk-kepribadian-anak, diakses 07 Desember 09).
Santoso,dkk. 2007, Satra Anak Sebagai Wahana Pengenalan Ideologi: Sebuah Kajian Wacana, (Online), (http://lppm.uns.ac.id/tag/sastra-anak-sebagai-wahana-pengenalan-dan-pengasuhan-ideologi-sebagai-kajian-wacana/, diakses 11 November 2009).
Sugihastuti. 2001. Sastra Anak: Penangkal Distorsi Nilai-nilai Kemanusiaan. Dalam Sujarwanto dan Jabrohim (ed), Bahasa dan Sastra Indonesia: Menuju Peran Transformasi Sosial Budaya Abad XXI (hal.463). Yogyakarta. Panitia PIBSI XXIII Universitas Ahmad Dahlan.
Syamsi, Kastam. 2001. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Membaca dengan Pendekatan Proses. Dalam Sujarwanto dan Jabrohim (ed), Bahasa dan Sastra Indonesia: Menuju Peran Transformasi Sosial Budaya Abad XXI (hal.463). Yogyakarta. Panitia PIBSI XXIII Universitas Ahmad Dahlan.
Wahidin. 2009. Hakikat Sastra Anak, (Online), (http://makalahkumakalahmu.wordpress.com, diakses 11 November 2009)
Wikipedia. Bacaan Anak,(Online),(http://id.wikipedia.orga, diakses 07 Desember 2009)